Terbaring di tempat tidur selama 30 tahun, bukan menjadi hal yang mudah bagi siapapun. Mungkin sebagian orang akan merasa putus asa. Namun, tak bisa bergerak, bukan berarti tak bisa melakukan apa-apa. Begitulah prinsip hidup yang dipegang oleh Een Sukaesih, seorang guru asal kota tahu, Sumedang. Een menderita penyakit Rheumatoid Arthritis atau dikenal dengan radang sendi sejak ia masih kuliah. Yang akhirnya membuat Een tidak bisa beraktifitas. Bahkan Een yang pernah divonis mati oleh dokter, tidak bisa menggerakan tangannya sedikit pun. Namun, penyakitnya itu tidak membuat ia pasrah begitu saja. Dalam kondisi yang penuh dengan keterbatasan, Een tetap semangat untuk menjadi guru. Tak ada yang bisa menghalangi semangatnya untuk mengajar. Di atas tempat tidurnya, Een terus berusaha untuk mengabdikan diri pada dunia pendidikan.
Setiap hari, banyak anak-anak dari sekitar rumahnya yang datang ke rumah Een untuk belajar. Een yang terbaring di tempat tidur dengan semangat menjelaskan pelajaran kepada anak-anak. Di kamar kecil yang berukuran sekitar 3x4 meter itu tersedia buku-buku dan juga papan tulis. Biasanya salah satu anak bergiliran untuk menulis di papan tulis. Mereka sama sekali tidak malu untuk belajar bersama Een. Bahkan, anak didik Een banyak yang mendapatkan peringkat tinggi di kelasnya.
Perangainya yang ramah dan penyabar, membuat banyak anak betah untuk belajar bersama Een. Sehingga anak-anak menyukai Een dan menuruti apa yang Een katakan. Untuk kegiatan mengajarnya, Een tidak pernah meminta bayaran kepada orang tua murid. Tetapi para orang tualah yang nantinya akan memberi uang atau barang, sesuai dengan keikhlasan masing-masing.
“Saya tidak ingin hanya bisa menyusahkan orang lain. Tetapi saya pun ingin memberikan manfaat kepada orang lain,” ujar Een. Sosok Een memang patut dijadikan sebagai inspirasi bagi banyak masyarakat di Indonesia, terutama bagi para guru. Een memberikan banyak sekali pengaruh bagi dunia pendidikan di Indonesia.
0 comments :
Post a Comment